Sejarah Desa Lawangrejo

                    Desa lawangrejo adalah salah satu desa yang ada dikecamatan pemalang kabupaten pemalang tepatnya ujung utara paling barat persisnya didaerah pantai laut jawa. Yang berbatasan utara laut jawa , timur kelurahan sugihwaras, kelurahan pelutan, selatan desa tambakrejo, desa bojongnangka, barat kabupaten tegal yang persisnya dibatasi oleh sungai rambut. Desa lawangrejo terdiri dari dua (2) pedukuhan  : dusun Plawangan , dusun Simpangan

                 Desa Lawangrejo pada awalnya terdiri dari 3 pedukuhan yaitu. Dukuh Simpangan, Dukuh Bojonggadung , Dukuh Plawangan. Namun sesuai perkembangan jaman pada saat itu yang bersifat kondisional kurang lebih pada tahun 1899 dan berlanjut sampai pada , sekitar tahun 1920, yaitu perebutan 2 wilayah antara Kabupaten Pemalang , Kabupaten Tegal dan  Dusun Sidorejo pada awalnya adalah pindahan dari dusun simpangan pada tgl 27 Nopember 1977 ( relokasi ), Pindahnya dusun simpangan ke dusun sidorejo karena ada beberapa faktor : yaitu pada awalnya sungai medana sampai utara jembatan plawangan belok ke kiri yang bermuara pada blok sikalong,karena letaknya berbelok-belok maka kalau musim hujam banjirnya sampai berminggu – minggu. Maka pada jamanya R.ADIPATI NOTONEGORO pada tahun 1858 sungai medana diluruskan sehingga dusun plawangan terbagi dua yaitu : dusun plawangan timur dan plawangan barat .Desa lawangrejo berjarak dari kota kabupaten 3km dan dari kota kecamatan 8 km arah selatan, kota propinsi 110 km dan jarak dari ibu kota Negara berjarak  380 km  

Lawang berasal dari bahasa jawa  yang artinya pintu sedangkan Rejo artinya Makmur ,Subur , gemah ripah lohjinawi. Bisa diartikan juga pintu kemakmuran bagi masyarakat kabupaten tegal yang mau kepemalang karena dalam sejarah bahwa kabupaten pemalang lebih dulu ada ketimbang kota tegal .Kata Lawang juga terdapat dalam sejarah mataram ahir hidu dan mataram awal islam hal itu terbukti dalam peninggalan/ Prasasti ( Lawangwatu ) yang ada didusun plawangan timur , yaitu Pintu yang terbuat dari batu alam panjang 2m lebar ambang 1m , yang sekarang masuk dalam cagar budaya lawangwatu. Dari situlah rupanya para sesepuh menamakan Desa lawangrejo .

                 Pemerintahan desa dan nuansa demokrasi nampaknya sudah ada sejak jaman dulu terbukti dengan adanya pemilihan bekel atau lurah yang dipilih dengan cara ula – ula klabang dimana seorang calon bekel atau lurah berdiri dan belakangan diikuti oleh pendukungnya dan dimana barisan yang paling banyak itulah yang dijadikan bekel atau lurah .

                Nama – nama  orang yang telah menjabat sebagai bekel /lurah atau kepala desa    :

1 . Tipan Suradikaratahun  1899

2 . Markum                    tahun   1927

3 . Surjan                        tahun   1938

4 . Sajat                           tahun   1939 –  Rekomba

5 . Tarwan                      tahun  1940

6 . Daryono                    tahun  1970 –   Ymt

7 . Masori                       tahun  1972 –   Ymt

8 . Purwanto                  tahun  1974

9 . Edi Amali                  tahun  1987 –   Ymt

10. Wachjono                tahun  1988

11. Sukendar PS            tahun  1998

12. Waliyas Spd             tahun  2006

13. Ningsih Endaryati   tahun 2012

           Pada jamannya R. TUMENGGOENG SOERO HADI KUSUMO pada Tahun 1862 – 1879, didaerah pantai widuri (saat itu belum menjadi pantai widuri) ditemukan jenasah seorang lelaki yang konon ceritanya adalah syeh maulana Samsudin kerabat dari kerajaan mataram yang akan melakukan perjalanan ke cirebon,tetapi belum sampai ke Cirebon di desa widuri beliau dibunuh . Namun oleh masyarakat sekitarnya tidak dimakamkan , berita ditemukanya jenasah sampai ke R.Tumenggoeng Soero Hadi Kusumo.

           Kemudian R.TUMENGGOENG SEORO HADI KUSUMO memberikan woro – woro ( jawa Sayembara ) “Sopo wonge utowo sanak kadang sing ono ing tepes wiringe wewengkon tlatah Pemalang (saat itu bukan Pemalang) gelem ngubur jasade Syeh Maulana Samsudin bakal tak paringi ganjaaran”.

            Hanya masyarakat lawangrejo yang mau memakamkan,  Jenazah Syeh Maulana Samsudin. Kemudian R.TUMENGGOENG SEORO HADI KUSUMO beliau memberikan odo – odo ( bhs jawa maklumat ) , yang  artinya  burung belibis ini akan aku terbangkan dan sejauh mana burung belibis ini turun maka itulah upah/hadiyah bagi warga masyarakat Desa Lawangrejo , ternyata burung belibis turun pas disungai susukan sejak itulah makam syeh maulana samsudin sampai ke kali susukan masuk wilayah desa Lawangrejo dan dibuktikan tercacatnya tanah tersbut dimaksud ke buku leterc Desa Lawangrejo .

        Tanah tersebut dimaksud saat itu masuk dalam kekayaan desa lawangrejo sebagai bengkok Desa Lawangrejo yang terletak di Kelurahan Widuri :

  1. Bengkok Lurah / Kades Persil 137 Dk III seluas 2.420 Ha
  2. Bengkok Carik Persil 140 Da III Seluas  335 Ha
  3. Bengkok Bau Persil 141 Da III Seluas 280 Ha
  4. Bengkok Polisi Desa Persil 142 Da II Seluas 0.580 Ha
  5. Bengkok Kebayan Persil 143 Da III Seluas 0.580 Ha
  6. Bengkok Lebe Desa Persil 144 Da Seluas 0.580